
Malang benar nasib guru honorer ini. Cuma karena menanyakan gajinya yang belum dibayarkan sepanjang tiga tahun, jadi berekor pemecatan.
Tersebut nasib yang dihadapi Adi Meliyati Tameno (Yati), seorang guru honorer yang mengajar di kelas 1 dan 2 SDN Oefafi, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT.
Pemecatan yang dihadapi Yati berawal ketika ia kirim SMS pada bendahara sekolahan. Dalam pesan itu, Yati cuma bertanya mengapa upahnya sebagai guru honorer per bln. Rp 250 ribu tidak dibayar sepanjang tiga tahun paling akhir.
“Setelah saya SMS bertanya masalah gaji saya ke bendahara sekolah, esok harinya kepala sekolah segera datang dan sebagian marah serta segera memecat saya tanpa ada lewat rapat atau surat tercatat, ” papar Yati , Senin(7/3/2016).
Menurut pernyataan Yati yang telah tujuh th. mengabdi sebagai guru di sekolahan itu, terlebih dulu dia tidak ada masalah dengan gaji, dia selalu terima rekab per tiga bulan. Tetapi mulai sejak perubahan kepala sekolah dari yang menjabat sebelumnya pada Daniel Oktovianus Sinlae, gajinya mulai seret cair.
Sepanjang tiga th. tidak dibayar, Yati bertahan hidup dengan keluarkan duit pribadinya. Bahkan juga dia ikhlas merogoh kocek, membelikan anak-anak didiknya alat catat seperti pensil, spidol dan papan catat.
“Ada dana BOS namun sekolah tak pernah ada pensil, spidol atau kapur bahkan juga papan catat, hingga saya ambillah duit sendiri untuk beli, ” katanya.
Pemecatan yang dikerjakan juga tanpa ada surat ketentuan. Walau sebenarnya terlebih dulu Yati diangkat sebagai tenaga honorer komite sekolah dengan surat ketentuan kontrak, yang diperbarui setiap tahunnya oleh dinas terkait.
Memperoleh perlakuan ini, wanita yang cuma tamatan sekolah menengah atas itu cuma pasrah dan menangis, mengingat anak-anak didiknya yang tentu terlantar serta tidak tertangani.
“Saya mengajar di sekolah itu dari tahun 2009. Ada rekan guru yang datang ajak kembali sekolah karena kasihan anak-anak, namun saya takut kepala sekolah. Niat saya untuk kembali mengajar besar sekali, karena bila saya tidak ada begini, tentu anak-anak cuma dapat bermain, ” kata Yati menceritakan sembari menyeka air mata.
Bukan hanya dipecat, Yati juga dilaporkan kepala sekolah serta bendahara ke polisi atas sangkaan pencemaran mereka serta sekolah.
Sejak dipecat, Yati menyibukkan diri dengan mencangkul, bersihkan kebun jagung serta beternak. Telah tiga bln. pekerjaan ini dia lakoni.
Walau jadi korban, Yati bertekat untuk tetaplah bakal pergi mengajar serta memohon pada kepala sekolah.
Masalah ini seakan menguap demikian saja. Bupati Kupang Ayub Titu Eki yang di konfirmasi mengaku telah menindaklanjuti pengaduan masyarakat ke kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat.
Persoalan guru honorer memanglah jadi satu diantara pr pemerintahan Joko Widodo. Beberapa waktu terakhir berlangsung tindakan besar-besaran dikerjakan guru honorer yang menuntut kejelasan nasib mereka.
Beberapa ribu guru honorer menekan pemerintah untuk memerhatikan kesejahteraan mereka lewat tindakan unjuk rasa yang dilangsungkan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (10/2/2016)
“Kami selalu lakukan tindakan unjuk rasa hingga diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), ” tutur Ketua Umum Komunitas Honorer K2 Indonesia (FHK2I), Titi Purwaningsih sebagaiman ditulis antaranews. com
Tindakan unjuk rasa itu bakal dilangsungkan sepanjang tiga hari ke depan. Titi mengharapkan supaya Presiden Joko Widodo mendengar keluhan beberapa ribu guru honorer yang memperoleh upah dibawah standard.
“Saya saja telah 12 th. jadi guru honorer di satu diantara SDN di Banjarnegara, tetapi upah yang saya terima cuma Rp150. 000 per bln.. ”
Upah yang di terima itu, ada dibawah standard hidup di Tanah Air, tetapi Titi mengakui tetaplah bertahan lantaran tak ada alternatif lain lagi terkecuali jadi guru.
“Ini adalah panggilan jiwa kami. Sampai kini kami perduli dengan nasib anak bangsa, namun kami abai pada nasib kami sendiri, ” tuturnya. (sebagai berikut/dakwatuna)
0 komentar:
Posting Komentar