Google kini tengah marak dibincangkan di seluruh Tanah Air.
Sebab, di tengah gencarnya pemerintah mengumpulkan dana repatriasi melalui
program Tax Amnesty, perusahaan multinasional milik Amerika Serikat ini justru
membangkang untuk membayar pajak.
Hal ini diketahui manakala pihak Google memulangkan surat
perintah pemeriksaan pajak dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian
Keuangan. Padahal, Google terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tanah Abang Tiga, dengan status Penanaman Modal
Asing (PMA) sejak 2011.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan
Google terindikasi melakukan tindak pidana usai menolak pemeriksaan pajak. Hal
ini dilakukan usai Google mengembalikan Surat Perintah Pemeriksaan (SPP) dari
Ditjen Pajak.
"Sebulan lalu mereka ingin coba lakukan action dengan
melakukan pemulangan surat perintah pemeriksaan, artinya mereka menolak untuk
diperiksa," kata Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Jakarta, Muhammad
Haniv di Jakarta, Kamis (15/9).
Dengan demikian, peningkatan penyelidikan lebih mendalam
terhadap Google, akan dilakukan paling cepat pada akhir bulan ini. Tak hanya
Google saja, pemerintah juga telah meminta kepada tiga perusahaan raksasa
internet seperti Yahoo, Twitter, dan Facebook untuk diperiksa mengenai laporan
pajak.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo), perputaran uang iklan digital dari Indonesia itu bernilai sebesar
USD 800 juta atau setara dengan Rp 10,6 triliun pada tahun lalu. Namun
sayangnya, Indonesia tak kecipratan berkah dari pajak transaksi iklan digital
mereka.
Nyatanya, Indonesia bukan negara satu-satunya yang berupaya
keras untuk menarik pajak dari Google. Beberapa negara juga pernah mengalami
hal yang sama.
Bahkan, hingga saat ini negara-negara tersebut belum mampu
menundukkan perusahaan raksasa itu untuk membayar pajak di negaranya. Berikut 5 negara yang bermasalah dengan Google terkait perpajakan.
1.Inggris
Sejak tahun 2005, Google sudah menunggak untuk
membayar pajak kepada pemerintah Inggris. Namun, setelah dilakukan penyelidikan
selama enam tahun oleh lembaga pajak Inggris, HMRC (Her Majestys Revenue and
Customs), Google akhirnya setuju untuk membayar 130 juta poundsterling atau
sekitar Rp 2,6 triliun.
Seperti dilansir BBC, HMRC melancarkan penyelidikan setelah
meletusnya kontroversi tentang rendahnya pajak yang dibayarkan Google.
Perusahaan tersebut hanya membayar pajak sebesar 20,4 juta poundsterling pada
tahun 2013, padahal nilai penjualan Google tahun itu mencapai 3,8 juta
poundsterling.
Kepala Kantor Wilayah Pajak Khusus Direktorat Jenderal Pajak
Jakarta Muhammad Haniv mengungkapkan, sampai saat ini, satu-satunya negara yang
berhasil memajaki perusahaan internet global seperti Facebook, Yahoo, Google
dan Twitter hanyalah Inggris. Sementara itu, salah satu negara yang tengah
memperjuangkan untuk menarik pajak dari perusahaan IT global, seperti yang
dilakukan Indonesia, adalah Prancis.
"Di belahan dunia negara yang berhasil pajaki Google
dan lain-lain baru Inggris. Negara seperti Prancis lakukan hal yang sama
(seperti Indonesia), mereka seize dokumennya dan hasilnya belum hasilkan yang
diinginkan," ujarnya saat ngobrol santai bareng wartawan di kantor pusat
DJP, Jakarta, Kamis (15/9).
2.Perancis
Penyidik pajak menggerebek markas Google di Paris karena diduga melakukan berbagai penipuan dan pencucian uang. Pejabat Pengadilan rendah mengatakan perusahaan raksasa perangkat lunak tersebut diduga menghindari pajak, dengan tidak menyatakan sepenuhnya mengenai kegiatan yang dilakukan di Perancis.
Penyidik pajak menggerebek markas Google di Paris karena diduga melakukan berbagai penipuan dan pencucian uang. Pejabat Pengadilan rendah mengatakan perusahaan raksasa perangkat lunak tersebut diduga menghindari pajak, dengan tidak menyatakan sepenuhnya mengenai kegiatan yang dilakukan di Perancis.
Dilansir The Guardians, pemerintah Perancis akan menyelidiki
apakah Google merupakan badan usaha dalam Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sebab,
perusahaan ini mengaku bahwa kantor pusatnya berada di Dublin, sedangkan di
Perancis hanya sebagai kantor pemasaran.
"Pencarian ini merupakan bagian dari penyelidikan awal
dibuka pada 16 Juni 2015 yang berkaitan dengan tindakan penipuan keuangan dan
pencucian diatur penipuan uang, menyusul keluhan dari otoritas pajak
Prancis," kata Jaksa keuangan negara (PNF) Perancis.
Permasalahan antara Google dan petugas pajak di Perancis
sendiri terjadi pada tahun 2011. Pada bulan Februari, pemerintah Perancis
mencatat pajak yang belum dibayarkan Google sebesar 1,6 miliar euro.
3.Spanyol
Pada Juni lalu, Penyidik Pajak di Spanyol
telah menggrebek kantor Google di Madrid. Sebab, perusahaan multinasional
tersebut diduga membayar pajak rendah.
Dilansir dari The Guardian, otoritas pajak menduga Google
tidak menyatakan beberapa kegiatan di Spanyol. Bahkan, pembayaran PPN dan pajak
yang dilakukan atas penghasilan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan atau
orang-orang di Spanyol yang tidak terdaftar sebagai penduduk di negara ini.
"Kami mematuhi hukum pajak di Spanyol, seperti di
negara lain di mana kami beroperasi. Kami bekerja sama sepenuhnya dengan pihak
berwenang di Madrid untuk menjawab pertanyaan mereka, seperti biasa," kata
juru bicara perusahaan internet di Spanyol.
4.Itali
Pemerintah Italia mencatat Google telah
menunggak pajak sebesar 227 juta euro dari tahun 2009 hingga 2013. Dengan
adanya bukti tersebut, perusahaan raksasa tersebut akan dikenakan denda yang
besar.
Namun, seorang juru bicara Google justru menampik akan hal
itu. "Google sesuai dengan undang-undang pajak di setiap negara di mana
kami beroperasi. Kami terus bekerja dengan otoritas terkait," katanya
dilansir Reuters.
Pada tahun 2014, Google telah membayar pajak kepada
pemerintah Italia sebesar 2,2 juta euro dari pendapatan sebesar 54,4 juta euro.
Otoritas Komunikasi Italia memperkirakan, pendapatan perusahaan tersebut dari
negara pizza ini bisa 10 kali lebih besar dari pajak yang dibayarkan.
5.Australia
Dikutip dari theaustralian.com.au, Jumat (16/9), aturan yang
dinamai Undang-Undang Antipengelakan Multinasional (Multinational Anti Avoidace
Law/MAAL), atau dikenal Google Tax, itu membidik perusahaan-perusahaan
teknologi besar, yakni Google dan Apple, yang menjual produknya di Australia
dan membayar pajaknya.
Namun, kebijakan ini rupanya mendapatkan perlawanan keras
dari kedua perusahaan tersebut. Mereka diketahui telah menyewa agensi akuntan
agar bisa menghindari pajak.
Deputi Komisioner Kantor Pajak Australia (The Australian Tax
Office/ATO), Mark Konza memperingatkan perusahaan-perusahaan itu untuk patuh
dan tidak melawan pemerintah. Dia yakin, jika kasus itu diangkat ke pengadilan
tetap tidak akan menang.
"Kami terkejut saat mengetahui ada skema mencolok untuk
merusak parlemen dalam meloloskan MAAL. Saya melihatnya dalam sebuah presentasi
skema ini yang digunakan akuntan wajib pajak. Ketika wajib pajak melihat
bertapa seriusnya kami menggolkan ini, mereka telah menjauh dari skema itu
karena mereka sadar telah bertindak terlalu jauh dan ATO juga serius untuk melawan,"
ujar Konza.
Tindakan yang dilakukan pemerintah Australia ini dilakukan
setelah dua minggu lalu Irlandia berhasil menagih bajak sebesar USD 19 miliar
atau Rp 249,28 triliun. Nilai tersebut membuat Australia bersemangat
mendapatkan pemasukan pajak dari perusahaan teknologi.
0 komentar:
Posting Komentar